Desa Jengkok adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu. Jengkok sendiri secara makna bahasa berarti kursi kecil, yang biasa digunakan penduduk di Indramayu sejak dulu sebagai tempat duduk alternatif pengganti kursi.
Jengkok |
Tidak terdapat kejelasan mengenai asal-usul munculnya nama Jengkok, akan tetapi menurut legenda nama Jengkok dikaitkan dengan pengembaraan seorang yang bernama Nyi Tenajar, dikisahkan Nyi Tenajar dan Ki Jarkasih, Sebelum membabad dan mendirikan desa yang kini bernama Desa Tenajar (Sekarang Tetangga desa Jengkok) konon Nyi Tenajar dan Ki Jarkasih sebelumnya beristirahat disebuah hutan dengan duduk-duduk termenenung melepas lelah di atas sebuah Jengkok yang mereka buat sebelumnya. Hingga kemudian tempat dimana kedua Pengembara duduk di atas Jengkok tersebut, kemudian dikenal oleh anak turunan dari pendiri Desa Tenajar itu dengan sebutan Jengkok.
Namun demikian kisah ini perlu ditelaah lebih lanjut kebenaranya, mengingat ada kisah lain yang kisahnya hampir sama tapi tokoh yang ditampilkan berbeda, jika dalam versi Tenajar tokoh yang muncul adalah Nyi Tenajar dan Ki Jarkasih maka dalam versi obrolan orang-orang tua di Desa Jengkok tokoh yang dimunculkan adalah Mbah Kuwu Cirebon (Walang Sungsang/Cakrabwana).
Jika nama Jengkok dipercayai sudah muncul sejak lama maka tidak demikian dengan terbentuknya pemerintah Desa Jengkok. Jengkok menjadi sebuah desa, dan memiliki pemerintahan sendiri dimulai pada tahun 1946.
Jengkok sebelum tahun 1946 tergabung dengan Desa Cadangpinggang. Hingga hari ini, 2017 Desa Jengkok tercatat telah diperintah oleh 9 Kuwu atau Kepala Desa, adapun rinciannya sebagai berikut:
No | Nama | Tahun Menjabat |
1 | Kuwu Kanan | 1946-1947 |
2 | Kuwu Masrupi | 1948-1953 |
3 | Kuwu Rasiman | 1954-1967 |
4 | Kuwu Ahmadi | 1968-1969 |
5 | Kuwu S. Nusi | 1969-1997 |
6 | Kuwu Danuri | 1998-2004 |
7 | Kuwu Wahid | 2005-2008 |
8 | Kuwu Taripin | 2008-2014 |
9 | Kuwu Wahid | 2015-2021 |
Perjalanan pemerintahan desa Jengkok dari mulai Kuwu Kanan-Kuwu Wahid terbilang penuh intrik politik yang diwarnai dengan pelengseran, sehingga menyebabkan lengsernya satu kuwu ke kuwu lainnya relatif singkat, sampai pada akhirnya kemudian datang seorang ABRI (Sekarang TNI-POLRI) berpangkat Sersan Mayor yanng kemudian berhasil menduduki Jabatan sebagai Kuwu Jengkok dan pada kemudiannya sang Sersan Mayor ini dapat mengendalikan situasi intrik Politik di Jengkok. Beliau merupakan satu-satunya Kuwu yang menjabat paling lama di desa ini.
Dalam rekam sejarah desa Jengkok, sebagaimana yang tertulis dalam profil resmi desa Jengkok tahun 2017, diperoleh khabar bahwa, pendirian desa Jengkok diwali dengan Gerakan politik yang dilakukan oleh Ki H. Nakilah, dan Ki Katub, keduanya melakukan gerakan-gerakan politik dan pengumpulan masa khususnya orang-orang Secang, Pondokasem dan Jengkok (Kini menjadi nama blok dalam desa Jengkok) untuk lepas dari desa Cadangpinggang sehingga kemudian bisa mendirikan pemerintahan Desa sendiri, setelah membuat huru-hara politik akhirnya Pemerintah desa Candangpinggang kemudian melepas Jengkok dari wilayah kekuasaanya.
Merasa tujuannya tercapai kemudian Ki Katub mencalonkan diri menjadi Kuwu, namun sayang masyarakat jengkok pada waktu itu ternyata memilih Ki Kanan sebagai kuwu pertamanya, yang tak lain dahulunya merupakan sorang juru bicara Ki. H. Nakilah dan Ki Katub dalam memperjuangkan Jengkok merdeka dari Cadangpinggan, dalam istilah politik hal ini disebut "Pembantu Makan Tuan".
Selain itu juga tercatat bahwa Ki Kanan lengser dari jabatannya akibat didemo masyaarakat (Ada Kemungkinan Pelakunya Lawan Politik) karena dianggap tidak sanggup lagi memerintah Jengkok, waktu itu berbarengan dengan peristiwa agresi Militer Belanda Pasca kekalahan Jepang.
Pengganti Kuwu Kanan adalah Kuwu Masrupi, dan rupanya Kuwu Masrupi juga kemudian dilengserkan dari Jabatan kuwu oleh masyarakat, hingga kemudian digantikan oleh Kuwu Kanan, dan Kuwu kanan digantikan oleh Kuwu Ahmadi, dan sampai pada nantinya datanglah Sersan Mayor S.Nusi yang kemudian pada nantinya merubah susasana politik yang panas menjadi dingin terkendali.
Hal tersebut di atas dapatlah dipahami karena pada jaman itu masyarat sangat takut pada ABRI sehingga dalam kepemimpinan S.Nusi ini hampir lawan politik bungkam tak bereaksi.
0 comments:
Post a Comment