Monday, April 2, 2018

Sejarah Desa Biyawak, Jatitujuh Kabupaten Majalengka

Desa Biyawak adalah salah satu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majelengka Jawa Barat. Desa ini juga berbatasan dengan desa Bantarjati, tempat kelahiran Bagus Rangin, seorang pejuang kenamaan yang dengan gigih melawan kesewenang-wenangan penjajah Belanda.

Biyawak sebagai sebuah nama desa diperkirakan baru muncul pada tahun 1805 Masehi, dinamai Biyawak bukan karena di Desa ini dahulunya banyak hewan Biyawak, nama Biyawak muncul berhubungan dengan Peristiwa pemberontakan Bagus Rangin, bahkan ditempat yang kini dinamai Biyawak itulah awal mula munculnya pemberontakan Bagus Rangin yang terekenal itu, demikian kisah selengkapnya:

Biyawak dahulunya lahan yang dihuni beberapa orang, wilayahnya masuk pada wilayah Bantarjati, Biyawak sendiri merupakan kependekan dari kata bahasa Cirebon “Biyaya Awak” jika diterjamah secara tekstual bermaksud biyaya badan akan tetapi jika diterjamahkan secara kontekstualis Biyaya Awak bermakna “Pajak Perkepala”. 

Pada tahun 1602—1799 Tanah pertikelir dimunculkan diwilayah Keresidenan Cirebon hal ini berlanjut hingga  masa Daendels, Raffles, John Fendall, sampai pada masa Van der Capellen (1820). Pemilik tanah partekelir berhak memberlakukan berbagai macam pajak, termasuk bagi petani-petani yang mengelola tanah (Pusponegoro dan Notosusanto, 2008: 400).

Makna tanah pertekelir secara mudahnya adalah tanah milik pemerintah yang dibeli oleh pengusaha, dengan kendali penuh pengelolaan ditangan pemilik/Pengusaha. Pada tahun 1602—1799 ini sebenarnya tanah-tanah pertekelir sudah digarap secara mandiri oleh petani-petani pribumi, namun karena pemerintah Belanda mengkalim bahwa tanah tersebut milik Negara maka kegiatan pertanian yang dilakukan oleh penduduk menjadi illegal jika pelaksanaanya tanpa seijin pemerintah penjajah.

Pada waktu itu tanah partikelir dikuasi oleh orang-orang Cina, dalam kebijakan pengelolaannya Cina-cina tersebut memberlakukan sewa bagi siapa saja petani yang menggarap tanah ditanah-tanah partikelir yang mereka miliki, bukan itu saja bahkan petaninyapun dikenakan pajak perkepala, pajak perkepala imilah yang disebut orang Bantar Jati sebagai “Biyaya Awak”. 

Penderitaan petani-petani diwilayah Bantar Jati akibat diberlakukanya berbagaimacam pajak serta pajak perkepala inilah kemudian yang memantik pemberontakan, pemberontakan mula-mula diwujudkan dalam bentuk mogok bayar pajak kepada pengusaha Cina, kemudian peristiwa mogok pajak ini pada nantinya dilaporkan oleh pemilik tanah partekelir ke pemerintah penjajah Belanda, hingga akhirnya kemudian pemerintah penjajah turun tangan dan mengusir para petani ini dari wilayah-wilayah tanah partikelir. 

Pengusiran dan kesewenang-wenangan pemerintah Pejajah Belanda yang dilakukan terhadap para petani ini, kemudian dibalas oleh para petani dengan perlawanan, ribuan rakyat terutamanya buruh-buruh tani kemudian memberontak dan membunuhi para pengusaha cina dan termasuk tentara-tentara penjajah Belanda, pemberontakan ini kemudian pada nantinya di respon oleh Pemerintah Penjajah Belanda dengan senjata, hingga jadilah peperangan besar, perang semakin besar dan meluas karena ternyata perlawanan para buruh ini didukung oleh rakyat pribumi yang terdampak pajak perkepala itu, pemberontakan yang semula terjadi di wilayah bantar Jati kini meluas ke Indramayu dan Cirebon, lebih-lebih sebelum itu yaitu pada tahun 1802 Raja Kesultanan Kanoman diasingkan ke Ambon oleh Belanda karena membela pemberontakan rakyat, sehingga kebencian rakyat pada Belanda semakin menjadi-jadi, gabungan pemberontakan rakyat di wilayah Keresidenan Cirebon yang mencakup wilayah Majalengka, Indramayu dan Cirebon ini berlangsug lebih dari 15 tahun dan berjalan sengit.

Wilayah atau tempat yang menjadi awal mula meletusnya pemberontakan yang dipimpin Bagus Rangin itu kemudian dinamai “Biyawak” sebagai pengingat peristiwa pilu penderitaan rakyat akibat pajak perkepala yang diterapkan Penjajah Belanda melalui tuan tanah pemilik tanah partikelir. 

Meskipun Biyawak sebagai sebuah nama desa muncul bersamaan dengan peristiwa pemberontakan Bagus Rangin (1805-1818) akan tetapi Biyawak sebagai sebuah Pemerintahan Desa dan mempunyai kepala pemerintahan (Kuwu) diperkirakan baru terjadi paa tahun 1840an, adapun Kuwu pertama yang menjabat adalah Kuwu Margahayu. Berikut daftar para Kuwu yang pernah memerintah desa Biyawak menurut data yang diperoleh dari profil Desa Biyawak:
No.
Kuwu
Tahun  Pemerintahan
1.
Margahayu
1840 – 1850
2.
Ormat
1850 – 1880
3.
Nurda
1880 – 1898
4.
Surya
1898 – 1905
5.
Endun
1905 – 1914
6.
Muk
1914 – 1923
7.
Rasji
1923 (Satu Hari)
8.
Sarkani
1923 – 1958
9.
Abasan Ropi
1958 – 1983
10.
Risja
1983 – 1986
11.
Koyim Sanadi
1987 – 1997
12.
Sumaya
1998 – 2004
13.
Ono
2007 – 2013
14.
Hj. Jariah
2013 – Sekarang
Demikian sejarah mengenai asal-usul terbentuknya desa Biyawak Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sejarah Desa Biyawak, Jatitujuh Kabupaten Majalengka

0 comments:

Post a Comment