Dalam beberapa naskah Melayu, seperti hikayat Hang Tuah, dan Salatu Salatin, disebutkan bahwa Laksamana Kerajaan Malaka yang bernama Hang Tuah pernah bertarung dengan seorang pendekar Majapahit yang bernama Tamingsari. Dalam pertarungan tersebut diceritakan Hang Tuah mampu membunuh pendekar Majapahit meskipun ia punya ilmu kebal. Tamingsari dapat dibunuh setelah Hang Tuah merampas kerisnya, dan menikamkannya kepada Tamingsari.
Dalam pandangan orang-orang Melayu (Indonesia-Malaysia) sebagaimana tergambar dalam filem-filem sejarah yang mengangkat adegan pertarungan Hang Tuah Vs Tamingsari yang diproduksi tahun 80 an oleh Malaysia, dapatlah kemudian kita jumpai bahwa pertarungan tersebut terjadi didalam Istana Kerajaan Majapahit, disaksikan oleh Raja Majapahit beserta para Mentrinya pun juga disaksikan oleh Sultan Malaka bersama para Hulubalangnya, Bahkan juga disaksikan oleh para dayang atau wanita-wanita Kerajaan Majapahit. Betulkah tempat Pertarungan tersebut didalam Istana..?
Pertarungan Hang Tuah Vs Taming Sari dalam Istana Raja. Yang Digambarkan Dalam Filem Malaysia |
Pandangan yang menyatakan tempat saling bunuh itu didalam Istana itu tentu tidak berdasar, dalam kata lain tidak benar, sebab Istana dalam Tradisi orang Jawa itu adalah tempat suci kedua setelah tempat ibadah (Candi, Kuil, Masjid), di Istana seorang tidak boleh berbicara keras-keras, di Istana orang harus sopan dalam berpakaian, jongkok atau bersimpuh sambil menyembah ketika mereka (Para Abdi Dalem/Prajurit) bertemu atau melihat Rajanya.
Bagaimana mungkin tempat sesuci itu dijadikan tempat untuk menggelar laga saling bunuh..?
Lalu dimanakah laga pertarungan kedua-dua pahlawan dari dua Negara itu bertarung..?, demikianlah jawabanya:
Dalam naskah Negara Kertagama yang selesai ditulis pada Tahun 1365 Masehi, khusunya pada pupuh (Paragraf) ke 86 sampai 87 disebutkan:
Pupuh 86
- Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar. Di utra kota terbentang lapangan bernama Bubat. Sering dikunjungi Baginda, naik tandu bersudut tiga. Diarak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang.
- Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata. Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya. Dan setengah krosa ke utara bertemu tebing sungai. Dikelilingi bangunan menteri di dalam kelompok.
- Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah padang. Tiangnya penuh berukir dengan isi dongeng parwa. Dekat disebelah baratnya bangunan serupa istana. Tempat menampung Baginda di panggung pada bulan Caitra.
Pupuh 87
- Panggung berjajar membujur ke utara menghadap barat. Bagian utara dan selatan untuk para raja dan arya. Para menteri dan dyaksa duduk teratur menghadap timur. Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya.
- Disitulah Baginda memberi rakyat santapan mata: pertunjukan perang tanding, perang pukul, desuk mendesuk, perang keris, adu tinju, tarik tambang, menggembirakan sampai tiga empat hari lamanya baru selesai.
- Seberangkat Baginda, sepi lagi, panggungnya dibongkar. Segala perlombaan bubar; rakyat pulang bergembira. Pada Caitra bulan petang Baginda menjamu para pemenang. Yang pulang memabawa pelbagai hadiah bahan pakaian.
Berdasarkan naskah Negara Kertagama sebagaimana di atas, dapatlah kemudian diperoleh informasi bahwa pada masa dahulu, kerajaan Majapahit dalam setiap bulannya menggelar hiburan untuk rakyat, hiburan tersebut adalah hiburan Pertarungan atau laga manusia, dari mulai Tinju (Pertarungan Tangan Kosong) Pertarungan Senjata (Menggunakan Keris) sampai pada pertarungan ringan (Tarik Tambang). Dalam Naskah tersebut juga diinformasikan bahwa tempat laga pertarungn manusia itu digelar di sebuah tempat yang bernama Bubat. Sebuh lapangan luas yang jauh dari Istana majapahit.
Hang Tuah menjabat sebagai laksamana Kerajaan Malaka pada saat Malaka di Rajai oleh Sultan Mansur Shah yang memerintah 1456-1477. Kemudian jika kita merujuk pada penulisan Negara Kertagama 1365, maka dapatlah difahami bahwa Tradisi laga manusia (Pertarungan Manusia) sudah 100 tahun lebih digelar di Majapahit sebelum kedatangan Sultan Melaka dan Hang Tuah ke Majapahit.
Memahami hal tersebut dapatlah kemudian disimpulkan bahwa Hang Tuah ketika bertarung dengan Taming Sari rupanya dalam rangka mengikuti Adu laga manusia yang biasa digelar setiap bulannya di Bubat. Oleh karena Hang Tuah Menang dalam pertarungan maka untuk kemudian Hang Tuah diberi hadiah oleh Raja Majapahit (ada kemungkinan baju-baju indah, dan perhiasan) selain itu juga Keris Sakti yang dimiliki oleh Tamingsari kemudian dihadiahkan untuk Hang Tuah. Keris ini kemudian dijadikan lambang keagungan Malaka. Karena keris itu sebuah tanda bahwa sorang Melayu Malaka mampu mengalahkan seorang Jawa dari negara Super Power Majapahit.
Memahami hal tersebut dapatlah kemudian disimpulkan bahwa Hang Tuah ketika bertarung dengan Taming Sari rupanya dalam rangka mengikuti Adu laga manusia yang biasa digelar setiap bulannya di Bubat. Oleh karena Hang Tuah Menang dalam pertarungan maka untuk kemudian Hang Tuah diberi hadiah oleh Raja Majapahit (ada kemungkinan baju-baju indah, dan perhiasan) selain itu juga Keris Sakti yang dimiliki oleh Tamingsari kemudian dihadiahkan untuk Hang Tuah. Keris ini kemudian dijadikan lambang keagungan Malaka. Karena keris itu sebuah tanda bahwa sorang Melayu Malaka mampu mengalahkan seorang Jawa dari negara Super Power Majapahit.
0 comments:
Post a Comment