Kerajaan Majapahit merupakan Kerajaan bercorak Hindu-Budha terbesar dalam sejarah Indonesia, sebab wilayah kekuasaannya membentang luas hampir sama seperti luasnya Negara Indonesia moderen serta ditambah dengan wilayah-wilayah yang kini masuk dalam wilayah Negara Sigapura, Malaysia, Brunai dan Filipina. Sumber sejarah megenai eksistensi keberadaan Kerajaan Majapahit terukir dan tertulis dalam prasasti dan beberapa naskah kuno.
Diantaranya prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, Prasasti Waringin Pitu, Prasasti Canggu, Prasasti Karang Bogem, naskah Negarakertagama, Naskah Pararaton, Naskah Babad Tanah Jawi, Kidung Sundayana, Naskah Mertasinga dan masih banyak yang lainnya. Selain prasasti dan naskah, eksistensi keberadaan Majapahit juga dapat diketahui dari peniggalan-peninggalaya, seperti candi-candi dan reruntuhan bekas Ibu kota Majapahit di Trowulan.
Kerajaan Majapahit pernah berdiri selama 234 tahun, yaitu dari mulai tahun 1293 sampai degan 1527 Masehi. Selama 234 tahun itu Majapahit tercatat melahirkan sebayak 13 Raja dan Ratu, meskipun ada pendapat lain yang menyatakan lebih dari 13 penguasa. Sebagai sebuah kerajaan yang sudah menjadi sejarah masa lalu, tentunya Majapahit pernah mengalami masa pendirian, kejayaan dan kerutuhannya. Oleh karena itu dalam artikel ini penulis akan menyuguhkan pembahasan mengenai ketiganya ditambah dengan 13 Raja dan Ratu yag pernah memerintah Majapahit.
Masa Pendirian Majapahit
Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 masehi, tepat setelah keruntuhan Kerajaan Kediri atau Gelang-gelang. Sebelum tahun itu Majapahit hanya merupakan desa yang terletak di tengah hutan tarik, desa tersebut pada mulanya adalah desa bebas pajak yang dibangun Raden Wijaya bersama pengikutnya setelah mendapatkan ampunan dari Jaya Katwang Raja dari Kediri.
Raden Wijaya sendiri pada mulanya adalah Panglima Perang sekaligus menantu Kertanegara, Raja Singasari yang dibunuh Jaya Katwang dalam peristiwa perebutan tampuk kekuasaan. Sewaktu penaklukan Singasari oleh Jaya Katwang, Raden Wijaya dikisahkan melirikan diri ke Madura. Dalam pelarian itu Raden Wijaya kemudian diampuni dan diberikan tanah di Tarik yang kemudian ditanah itulah awal mula didirikannya kampung Majapahit.
Dari dalam kampung yag masih dikelilingi hutan itu, Raden Wijaya dikisahkan melancarkan sebuah rencana pemberontakan, disana ia meyusun kekuatan dan mengumpulkan sisa-sisa tentara Singsari yag berada di Jawa dan luar Jawa. Dan Rupaya nasib baik berpihak pada Raden Wijaya. Pada tahun 1292-1293 Masehi, Jawa kedatangan ribuan tentara Mongol yang hendak menghukum Raja Singsari yang dahulu pernah meghina utusan Kubilai Khan.
Raden Wijaya sebagai pewaris sah Singasari yang telah runtuh kemudian memanfaatkan suasana, ia bersedia takluk dibawah Mongol dan meminta maaf atas kelakuan mertuanya, namun sekaligus juga meminta bantuan Mongol untuk merebut kembali kekuasan Singasari yang dikuasai Kediri. Monggol kemudian menyanggupi.
Bersama tentara Mongol, para pengikut Raden Wijaya yang memang sebelumnya telah disiapkan memberontak menyerang Kediri hingga kemudian sukses merebut Kediri dalam penyerangan yang mematikan, bukan itu saja dalam penyerangan itu Jaya Katwang mati terbunuh.
Setelah sukses menaklukan Kediri, rupanya Raden Wijaya kemudian berbalik menyerang tetara Mongol yang lengah. Terang saja serangan itu menimbulakan kepanikan pada tentara Mongol, mereka pun banyak yang meninggal, sementara sisanya melarikan diri kembali ke negaranya.
Barulah setelah kehancuran Kediri dan terusirnya tentara Mongol dari Jawa, Raden Wijaya kemudian memproklamirkan dirinya sebagai Raja Majapahit, beliau juga memproklamirkan bahwa Kerajaan yang didirikannya sebagai penerus Kerajaan Singasari.
Baca Juga : Kerajaan Singasari, Masa Pendirian, Kejayaan Dan Keruntuhan 1222-1292 M
Masa Kejayaan Majapahit
Puncak kejayaan Majapahit diperkirakan terjadi pada tahun 1350 sampai pada 1364, yaitu pada masa-masa awal pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, Raja ketiga kerajaan Majapahit. Penulis berasumsi bahwa penyebab kejayaan Majapahit dikarenakan Gajah Mada yang waktu itu menjabat sebagai Patih Hamangkhubumi (Perdana Mentri) dapat mengaplikasikan ide-idenya tanpa terhalang oleh kebijakan Raja, mengingat pada waktu itu Hayam Wuruk masih muda, sehingga ambisi Gajah Mada, sebagaimana yang diucapkanya dulu dalam sumpah Palapa itu dapat mudah dilaksanakan tanpa harus bayak berdebat degan Raja.
Menurut nasakah Nagarakretagama tepatnya pada pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit pada masa itu meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya (Malaysia), Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian pulau-pulau di Filipina. Berikut ini adalah gambaran wilayah kekuasan Kerajaan Majapahit pada puncak kejayaannya.
Luas wilayah Majapahit yang diperoleh pada saat Gajahmada menjadi Patih Hamangkubhumi itu didapat melalui berbagai cara, seperti dengan menjalin kekerabatan, invasi atau penyerbuan sampai pada jalan tipu daya.
Baca Juga :
- Invasi Majapahit Ke Bali. Pada Artikel. Kerajaan Bedahulu, Kerajaan Terkuat Di Bali Yang Menggentarkan Majapahit
- Invasi Majapahit Ke Sunda. Pada Artikel. Matri Les Dan Baleteng, Panglima Perang Majapahit Dalam Invasi Ke Sunda
- Asal-Usul Prajurit Suda Yang Gugur Dalam Peristiwa Pembantaian Bubat
- Invasi Majapahit Ke Kerajaan-Kerajaan Di Pulau Sumatra
Pada masa kejayaanya, tidak saja memiliki kekuasan yang luas, Majapahit juga dikisahkan sebagai kerajaan yag memiliki kebudayaan yang adi luhung, dalam Kakawin Nagarakretagama menyebutkan bahwa Majapahit digambarkan sebagai Negara yang hebat, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Majapahit juga digambarkan sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku.
Beberapa tahun setelah kewafatan Gajahmada, penurunan kualitas kejayaan Majapahit mulai mucul, hal tersebut tergambar dari keluh kesah Hayam Wuruk sebagaimana terdapat dalam Negarakertagama yang menyatakan sulitnya mendapatkan ganti Gajahmada selepas kewafatannya. Dan pada sekitar tahun 1375 Palembang memberontak. Hingga kemudian pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Demikianlah gambaran mengenai kejayaan Majapahit, puncaknya terjadi diawal-awal pemerintahan Hayam Wuruk dan penurunan kejayaanya dimulai pada kemangkatan Gajah Mada. Meskipun demikian, sampai pada akhir pemerintahan Hayam Wuruk Majapahit masih tetap mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Masa Keruntuhan Majapahit
Pasca wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389 amsehi, Kerajaan Majapahit memasuki masa kemundurannya, sebabnya adalah konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang kemudian meletus antara Menantu dan anak selir Hayam Wuruk dalam sejarah perang ini disebut perang Paregreg.
Perang tersebut terjadi pada tahun 1405-1406, Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Perang saudara yag berlangsug selama 5 tahun itu pada nyatanya menguras tenaga Majapahit, banyak negeri-negeri bahwahan yang kurang terkontrol, sehingga kemudiannya banyak yang memerdekakan diri.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta.
Selanjutnya Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke Daha (Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474.
Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa. Majapahit kemudian ditaklukan Demak pada sekitar tahun 1527 Masehi.
Daftar Raja Dan Ratu Majapahit
Meskipun banyak sejarawan yang meyebutkan penguasa Majapahit itu lebih dari 13 penguasa, akan tetapi dalam artikel ini peulis hanya menyuguhkan 13 Raja dan ratu yang eksistesi keberadaanya disepakati oleh sejarawan, adapun riciannya sebagaimana tabel berikut:
Nama Raja/Ratu | Gelar | Tahun |
Raden Wijaya | Kertarajasa Jayawardhana | 1293 - 1309 |
Kalagamet | Sri Jayanagara | 1309 - 1328 |
Sri Gitarja | Tribhuwana Wijayatunggadewi | 1328 - 1350 |
Hayam Wuruk | Sri Rajasanagara | 1350 - 1389 |
Wikramawardhana | Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama | 1389 - 1429 |
Suhita | Dyah Ayu Kencana Wungu | 1429 - 1447 |
Kertawijaya | Brawijaya I | 1447 - 1451 |
Rajasawardhana | Brawijaya II | 1451 - 1453 |
Purwawisesa/Girishawardhana | Brawijaya III | 1456 - 1466 |
Bhre Pandansalas/Suraprabhawa | Brawijaya IV | 1466 - 1468 |
Bhre Kertabumi | Brawijaya V | 1468 - 1478 |
Girindrawardhana | Brawijaya VI | 1478 - 1498 |
Patih Udara | - | 1498 - 1527 |
Beradsarkan tabel di atas, dapatlah dipahami bahwa penguasa Majapahit dalam sejarahnya tidak haya dipimpin oleh seorang Raja, pernah juga dipimpin oleh seorang Ratu, yaitu Ratu Sri Gitarja penguasa Majapahit ke 3 dan Ratu Suhita Penguasa ke 6 Majapahit.
0 comments:
Post a Comment